Rabu, 03 Desember 2014




























Judul Buku: Keluarga Gerilya
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Hasta Mitra
Tahun Terbit: 1950
Kategori: Sastra Realis/Sastra Sejarah


"Dan kalau ada prajurit gerilya mati---kalau mereka gugur-- tak ada famili yang datang menengok. Dan mungkin juga familinya sudah jadi musuhnya--sudah masuk bala tentara Belanda. Adakalanya mereka, bangkai-bangainya, tak ada yang mengurus dan busuk di lapangan terbuka atau di tengah-tengah belukar dimakan binatang, Barangkali belum lagi sempat buang air mereka sudah harus bertempur. Dan waktu engkau aman mandi di sumur, mungkin mereka terpapas kaki atau tangannya oleh pecahan peluru howitser"
--Keluarga Gerilya--

Kita saat ini hidup di jaman pasca kemerdekaan. Ya, walaupun memang tidak merdeka di segala aspek. Setidaknya detik ini kita masih bisa berbangga menyebut diri bertanah air Indonesia. Namun siapa hendak mengingat bagaimana kemerdekaan ini dapat diraih? Bagaimana bila seandainya kita adalah manusia yang terlahir pada jaman '45? Bagaimana bila diri ini adalah seorang pemuda/i, atau emaknya, atau adiknya atau kakanya pejuang gerilya?

Keluarga Gerilya yang dianggap sepasang dengan Perburuan menggambarkan tragik revolusi Indonesia dari kacamata sebuah keluarga. Sebuah keluarga yang Pramoedya angkat mewakili watak-watak manusia era itu. Sebuah keluarga yang terdiri dari bapak yang menjadi pasukan KNIL-Belanda, anak-anak lelakinya yang adalah pemuda pejuang revolusi, ibu yang kacau otaknya dan berkelakuan kasar juga tentang adik perempuan yang pasrah dalam amarah. Seperti situasi pada masa itu, roman ini menunjukkan pertentangan antara kaum revolusioner dan kaum anjing penjilat Belanda. Bapak yang mati dibunuh anak-anak lelakinya karena bapaknya menjadi KNIL adalah penggambaran yang luar biasa tentang kerelaan seorang anak demi tanah tumpah darahnya. Juga kerelaan-kerelaan lain yang harus dijalani pemuda pejuang saat itu seperti merelakan persoalan asmara dan tetek bengeknya. Kisah tiga hari tiga malam dalam keluarga ini mengingatkan kita kembali betapa sulitnya hidup dalam keadaan pasca revolusi awal di mana segala sesautu dikurbankan termasuk pakaian demi membeli beras untuk makan. Betapa berat kehidupan bangsa ini bermula. Dan betapa berat pula keluarga yang ditinggal anak-anaknya berjuang sambil mengharap-harap cemas adakah kali kedua melihat abang, adik, atau anaknya kembali selamat dari perang...

Roman yang merupakan salah satu karya pada awal karir Pramoedya ini memang khas karya klasik Pram yang lain di mana revolusi adalah menu utamanya. Roman ini sangat menarik bagi mereka yang ingin meresapi kembali suasana revolusi di Indonesia. Atau bagi mereka yang sudi menengok kembali jauh ke belakang, pada saat nyawa pergi melayang demi saya, kamu, atau mereka yang dapat merasakan kesenangan dan kemudahan yang dahulu tidak sempat pemuda-pemuda itu rasakan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar