BUMI NUSANTARA
menapaki Semesta..mencumbui Nusantara
Rabu, 03 Desember 2014
Judul Buku: Keluarga Gerilya
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Hasta Mitra
Tahun Terbit: 1950
Kategori: Sastra Realis/Sastra Sejarah
"Dan kalau ada prajurit gerilya mati---kalau mereka gugur-- tak ada famili yang datang menengok. Dan mungkin juga familinya sudah jadi musuhnya--sudah masuk bala tentara Belanda. Adakalanya mereka, bangkai-bangainya, tak ada yang mengurus dan busuk di lapangan terbuka atau di tengah-tengah belukar dimakan binatang, Barangkali belum lagi sempat buang air mereka sudah harus bertempur. Dan waktu engkau aman mandi di sumur, mungkin mereka terpapas kaki atau tangannya oleh pecahan peluru howitser"
--Keluarga Gerilya--
Kita saat ini hidup di jaman pasca kemerdekaan. Ya, walaupun memang tidak merdeka di segala aspek. Setidaknya detik ini kita masih bisa berbangga menyebut diri bertanah air Indonesia. Namun siapa hendak mengingat bagaimana kemerdekaan ini dapat diraih? Bagaimana bila seandainya kita adalah manusia yang terlahir pada jaman '45? Bagaimana bila diri ini adalah seorang pemuda/i, atau emaknya, atau adiknya atau kakanya pejuang gerilya?
Keluarga Gerilya yang dianggap sepasang dengan Perburuan menggambarkan tragik revolusi Indonesia dari kacamata sebuah keluarga. Sebuah keluarga yang Pramoedya angkat mewakili watak-watak manusia era itu. Sebuah keluarga yang terdiri dari bapak yang menjadi pasukan KNIL-Belanda, anak-anak lelakinya yang adalah pemuda pejuang revolusi, ibu yang kacau otaknya dan berkelakuan kasar juga tentang adik perempuan yang pasrah dalam amarah. Seperti situasi pada masa itu, roman ini menunjukkan pertentangan antara kaum revolusioner dan kaum anjing penjilat Belanda. Bapak yang mati dibunuh anak-anak lelakinya karena bapaknya menjadi KNIL adalah penggambaran yang luar biasa tentang kerelaan seorang anak demi tanah tumpah darahnya. Juga kerelaan-kerelaan lain yang harus dijalani pemuda pejuang saat itu seperti merelakan persoalan asmara dan tetek bengeknya. Kisah tiga hari tiga malam dalam keluarga ini mengingatkan kita kembali betapa sulitnya hidup dalam keadaan pasca revolusi awal di mana segala sesautu dikurbankan termasuk pakaian demi membeli beras untuk makan. Betapa berat kehidupan bangsa ini bermula. Dan betapa berat pula keluarga yang ditinggal anak-anaknya berjuang sambil mengharap-harap cemas adakah kali kedua melihat abang, adik, atau anaknya kembali selamat dari perang...
Roman yang merupakan salah satu karya pada awal karir Pramoedya ini memang khas karya klasik Pram yang lain di mana revolusi adalah menu utamanya. Roman ini sangat menarik bagi mereka yang ingin meresapi kembali suasana revolusi di Indonesia. Atau bagi mereka yang sudi menengok kembali jauh ke belakang, pada saat nyawa pergi melayang demi saya, kamu, atau mereka yang dapat merasakan kesenangan dan kemudahan yang dahulu tidak sempat pemuda-pemuda itu rasakan...
Ada Timor di Hati
Bisakah sejenak kau mereda?
Wahai rinduku yang mati-matian pada tanah dan pohon-pohon keringmu.
Menyingkirlah sementara,
duhai warna bumimu yang kini memantul di benakku.
Cukup..
Aku tau persis aku masih ingin mendengar cerita dan tawa kalian,
di tepian Pantai Lasiana sambil menikmati kopi Fatuleu yang bubuknya terasa bagai cokelat.
(aku sampai ingin mengunyahnya terus-terusan!)
Tulangku pun kini nyaris terasa nyeri menyesap rindu saat mengingat perjalanan singkat kala itu, di Pulau Timor..
"basong pung bumi, beta pung bumi ju"
Bumimu kawan, bumi beta jua..
Jogja, 14 September 2014
Aku tau persis aku masih ingin mendengar cerita dan tawa kalian,
di tepian Pantai Lasiana sambil menikmati kopi Fatuleu yang bubuknya terasa bagai cokelat.
(aku sampai ingin mengunyahnya terus-terusan!)
Tulangku pun kini nyaris terasa nyeri menyesap rindu saat mengingat perjalanan singkat kala itu, di Pulau Timor..
"basong pung bumi, beta pung bumi ju"
Bumimu kawan, bumi beta jua..
Jogja, 14 September 2014
Sekilas Tentang Dunia Anna oleh Jostein Gaarder
Kita semua terlibat dalam pemanfaatan "jasa" alam, tetapi soal eksploitasi berlebihan tetaplah sebuah pilihan yang sangat mungkin untuk tidak dipilih. Seperti seseorang yang bukan vegetarian, ia masih berhak mengasihi dan mencegah penyiksaan terhadap makhluk lain. Sekali lagi Jostein Gaarder mengajak kita berdiskusi dan merenungi filsafat semesta melalui Dunia Anna yang juga hidup di Bumi sebagai Nova pada tahun 2082, atau tepatnya ketika Bumi berusia sekitar 13, 7 milyar tahun.
Halaman 66-67, Dunia Anna:
"Dalam banyak hal, kita saat ini hidup dalam kurun waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di satu sisi kita adalah bagian dari sebuah generasi yang berhasil mengeksplorasi alam semesta dan memetakan genom manusia, tapi di sisi lain kita adalah generasi pertama yang melakukan kerusakan alam yang serius. Kita menyaksikan bagaimana tindakan manusia mengikis sumber daya alam dan mengakibatkan rusaknya habitat. Kita mengubah alam sedemikian rupa hingga kita bisa menyebut sebagai sebuah zaman geologi baru yaitu antroposen (dampak luar biasa umat manusia pada Planet Bumi).
Pada tumbuhan dan hewan, di dalam lautan dan kandungan minyak, batu bara, dan gas tersimpan kandungan karbon yang siap untuk teroksidasi dan dilepaskan ke atmosfer. Di planet mati seperti Venus, kandungan CO2 mendominasi atmosfernya, dan kondisi di Bumi akan menjadi seperti itu bila proses-proses alam tidak mempertahankan keseimbangannya.
Jika seluruh cadangan minyak, batu bara, dan gas bumi yang masih tersimpan dalam planet ini dipompa keluar dan disebarkan ke atmosfer, mungkin peradaban kita tidak akan bertahan. Walaupun begitu, masih banyak yang menganggap bahwa Tuhan memberi hak kepada kita untuk menambang dan membakar seluruh sumber energi fosil itu untuk kepentingan teritoral suatu negara."
"Dalam banyak hal, kita saat ini hidup dalam kurun waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di satu sisi kita adalah bagian dari sebuah generasi yang berhasil mengeksplorasi alam semesta dan memetakan genom manusia, tapi di sisi lain kita adalah generasi pertama yang melakukan kerusakan alam yang serius. Kita menyaksikan bagaimana tindakan manusia mengikis sumber daya alam dan mengakibatkan rusaknya habitat. Kita mengubah alam sedemikian rupa hingga kita bisa menyebut sebagai sebuah zaman geologi baru yaitu antroposen (dampak luar biasa umat manusia pada Planet Bumi).
Pada tumbuhan dan hewan, di dalam lautan dan kandungan minyak, batu bara, dan gas tersimpan kandungan karbon yang siap untuk teroksidasi dan dilepaskan ke atmosfer. Di planet mati seperti Venus, kandungan CO2 mendominasi atmosfernya, dan kondisi di Bumi akan menjadi seperti itu bila proses-proses alam tidak mempertahankan keseimbangannya.
Jika seluruh cadangan minyak, batu bara, dan gas bumi yang masih tersimpan dalam planet ini dipompa keluar dan disebarkan ke atmosfer, mungkin peradaban kita tidak akan bertahan. Walaupun begitu, masih banyak yang menganggap bahwa Tuhan memberi hak kepada kita untuk menambang dan membakar seluruh sumber energi fosil itu untuk kepentingan teritoral suatu negara."
Kamis, 24 April 2014
MENGINTIP KEINDAHAN PERAIRAN BALI TIMUR DAN BALI BARAT
Berenang bersama ikan di spot Coral Garden, Pulau Menjangan - Taman Nasional Bali Barat |
ITINERARY BALI TRIP 6-10 APRIL 2014
DAY 1 / Minggu 6 April
10.45 tiba di bandara Ngurah Rai
11.00 – 12.00 makan siang dan
ngopi
12.00 – 15.00 menuju Amed - Karangasem, Bali Timur
15.00 – 17.00 snorkeling di Amed
alias Teluk Jemeluk
17.00 – 19.00 sunset time, cari
penginapan
19.00 – 20.00 makan malam
DAY 2 / Senin 7 April
08.00 – 08.30 bangun, mandi,
siap-siap
08.30 – 09.00 sarapan
09.00 – 09.30 menuju Tulamben
09.30 – 12.00 snorkeling
12.00 – 13.00 mandi, bersih-bersih
badan
13.00 – 15.00 menuju Danau Batur
15.00 - 16.00 makan sore
16.00 - 20.00 menuju Pemuteran - Buleleng, Bali Barat
17.30 – 19.00 cari penginapan,
makan malam
DAY 3 / Selasa 8 April
07.00 – 08.00 bangun, mandi,
siap-siap
08.00 – 08.30 sarapan
08.30 – 09.00 menuju Banyuwedang, spot penyeberangan menuju Pulau Menjangan
09.30 – 10.00 menuju Pulau Menjangan
10.00 - 14.00 snorkeling di Coral Wall spot dan Coral Garden spot
14.00 – 14.30 kembali ke Banyuwedang
14.30 - 15.00 kembali ke hotel, mandi
15.00 - 17.00 makan sore, santai
DAY 4 / Rabu 9 April
08.00 – 09.00 bangun, mandi,
siap-siap
09.00 – 10.00 sarapan
10.00 – 15.00 menuju
Denpasar-Kuta, makan siang
15.00 – 19.00 jalan-jalan sekitar
Denpasar dan Kuta, cari penginapan
19.00 – 19.30 mandi
19.30 – 24.00 makan malam,
ngopi/ngebir di Legian, shopping time, night life
DAY 5 / Kamis 10 April
07.00 – 07.30 bangun, mandi,
siap-siap
07.30 – 08.30 menuju bandara
Ngurah Rai
---------------------------------------------------------------------------------------------
Yap!! Yang di atas itu adalah rencana perjalanan saya beberapa waktu lalu saat hendak berlibur ke Bali. Sekitar 90% rencana perjalanan tersebut teralisasi dengan cukup presisi hahaha (enggak juga deeeeng, meleset-meleset dikiit lah). Bertualang di Bali kali ini saya memang lebih mengedepankan agenda snorkeling. Maklum, baru punya perlengkapan baru :p
Dari awal saya dan patner liburan saya sepakat akan menyewa mobil. Alasannya adalah fleksibilitas dan barang bawaan kami yang memang cukup banyak. Jadilah kami menyewa sebuah mobil Katana dengan harga cukup murah yaitu Rp 125.000 saja per hari. Sayangnyaaaaa... belum juga sampai Sanur, mobil sewaan itu mogok!! (LOL) Kami pun harus menunggu mobil pengganti selama dua jam lebih, dan mobil penggantinya adalaaaah: Karimun. Oke. Kali ini dua orang penggemar berat mobil double gardan Landrover, yang satu bertato dan yang satu berambut putih gondrong (kalo kata orang Jogja: njuk ngopooooo?), akan menggunakan si imut Karimun untuk mengelilingi Bali selama 5 hari. Sebenarnya tampang kami aja yang sekilas agak terkesan sangar (baca: blangsak), tapi jiwa kami tak ubahnya seperti mobil yang kami kendarai kali ini, unyuuuuu (>.<)
Singkat cerita kami pun kembali ke kota masing-masing (pembaca: niat jadi blogger gak siih?!). Hohoho... oke oke, saya perbaiki. Singkat cerita kami pun sampai di Amed. Ah..teluk yang tenang itu mempesona kami. Suasana yang bisa dibilang masih jauh dari ramai. Kami pun mendapat penginapan dengan harga cukup miring, yaitu sebuah cottage dengan teras pribadi yang langsung menghadap ke pantai. Rasanya ingin bermalas-malasan saja sesorean.
Cottage tempat kami menginap di Amed |
Walaupun sudah terlalu sore dan mulai malas, akhirnya kami mencoba snorkeling di Amed. Bisa dibilang pemandangan bawah lautnya tidak terlalu bagus. Memang sih katanya untuk snorkeling lebih bagus di Tulamben. Di Amed untuk bersantai saja sambil menikmati ketenangan teluk Jemeluk dengan latar Gunung Agung.
Amed - Teluk Jemeluk, Karangasem dengan latar Gunung Agung |
Esok paginya, kami bergegas menuju Tulamben. Kali ini kami ingin mencapai spot ship wreck alias kapal karam milik USA Liberty pada masa Perang Dunia ke-2. Pemandangan dalam laut Tulamben lebih bagus dari Amed. Cukup banyak ikan berwarna-warni di sini, tapi tidak terlalu banyak jenis coral atau terumbu karang.
Saya berenang bersama ikan-ikan di spot Ship Wreck USA Liberty |
Yang paling menarik adalah ketika sampai di dekat bangkai kapal USA Liberty. Usut punya usut, sebenarnya ini bukan kapal karam melainkan kapal yang terdampar di Pantai Tulamben. Mulanya kapal ini dihantam oleh torpedo Jepang pad Perang Dunia ke-2 dan berlabuh di Lombok. Pemerintah USA pun berencana menarik kapal ini ke pelabuhan Singaraja, namun mereka tidak bisa memasuki wilayah Singaraja. Jadilah kapal USA Liberty ini di"dampar"kan di Tulamben, lalu terhempas ke laut saat Gunung Agung meletus hebat pada tahun 1963. Anyway..saat mendekati bangkai kapal ini, ada aura misteri yang menyeruak. Menurut patner liburan saya yang scuba diver ini, menyelam di antara bangkai kapal memiliki sensasi tersendiri. Jika dirasa-rasa, bangkai kapal di lautan terkesan begitu sunyi dan sendiri di tengah lautan luas. Padahal ia adalah rumah bagi ikan-ikan dan terumbu karang. Pokoknya snorkeling di Tulamben ini bisa dibilang cukup menyenangkan.
Kami pun kembali ke penginapan, mandi, lalu check out dan meneruskan perjalanan menuju Danau Batur. Sepanjang perjalanan kami melintasi bukit-bukit dengan pemandangan laut dan gunung. Menyenangkan! Saya selalu suka perjalanan. Sesampainya di Danau Batur - Kintamani, kami makan di sebuah resto terapung yang berada di danau. Begitu cantik sore ini.
Makan sore di Danau Batur |
Selesai makan, kami pun langsung tancap gas menuju Pemuteran, Buleleng. Kami akan menginap di sana karena besoknya kami akan menyeberang dari Banyuwedang menuju Pulau Menjangan. Malam itu kami menginap di Gecko Homestay yang sangat nyaman dengan tarif Rp 200.000 per malam. Pulau Menjangan terkenal akan keindahan biota lautnya. Hal ini langsung terlegalisir saat keesokan harinya kami menjelajahi beberapa spot di perairan Menjangan.
Beautiful! Indah! Indonesia memang indah! Terumbu karang dan ikan beragam jenis dan warna memanjakan mata kami. Air laut yang jernih kebiruan membuat kita seolah melayang di dalam laut. Di spot Coral Wall, dinding yang cukup panjang dan dalam menjadi pahatan alam luar biasa yang menampilkan warna warni terumbu karang. Ikan-ikan pun seolah tidak takut atau menganggap kita terlalu asing sehingga kita dengan mudah berenang berdampingan dengan mereka. Sementara di spot Coral Garden, kita akan menjumpai berbagai jenis terumbu karang yang terhampar bagai kebun (lihat foto paling atas di postingan ini).
Transportasi dari Banyuwedang-Pulau Menjangan menggunakan kapal motor ini |
Beautiful! Indah! Indonesia memang indah! Terumbu karang dan ikan beragam jenis dan warna memanjakan mata kami. Air laut yang jernih kebiruan membuat kita seolah melayang di dalam laut. Di spot Coral Wall, dinding yang cukup panjang dan dalam menjadi pahatan alam luar biasa yang menampilkan warna warni terumbu karang. Ikan-ikan pun seolah tidak takut atau menganggap kita terlalu asing sehingga kita dengan mudah berenang berdampingan dengan mereka. Sementara di spot Coral Garden, kita akan menjumpai berbagai jenis terumbu karang yang terhampar bagai kebun (lihat foto paling atas di postingan ini).
Berdansa bersama ikan di Coral Wall, perairan Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat |
Coral Garden di Perairan Pulau Menjangan |
Bintang Laut di Perairan Menjangan |
Clown Fish di Perairan Menjangan |
Kata-kata tidak akan pernah cukup menggambarkan keriangan saya selama 4 hari mengintip celah-celah keindahan laut Pulau Bali. Dan mungkin seumur hidup saya tidak akan pernah cukup mengungkap seluruh pesona bumi Nusantara. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya!
Biru jernihnya perairan Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat |
~ salam hangat ~
Duala Oktoriani Boru Purba Sidadolok
Sabbe satta bhavantu suki tata (semoga semua makhluk berbahagia) _/|\_
Rabu, 23 April 2014
SAJAK SIANG HARI YANG MEMBOSANKAN
Menapak jalan-jalan yang panjang penuh
debu
anak-anak berlarian,
ingin segera mereka sampai pada
teduhnya rumah
lalu memohon sepiring nasi dan segelas
air putih yang lezat pada emak mereka
saung penuh dengan para petani yang
menyandarkan letih pada tiang-tiang bambunya
kemarau begitu panjang kali ini
begitu kering musim ini
padahal hujan setiap hari
-----------------------------------------------------------------
siang pun jemu padaku
yang juga jemu pada siang ini dan
siang-siang kemarin
“tak mengapa” aku pikir
sekali jemu atau beribu kali jemu
asal masih bisa berpura-pura
---------------------------------------------------------------
kamu sangat jauh
tak tahu seberapa aku harus mengukur ke
timur sana
tempat di mana kau cumbui rumput-rumput
kering seperti kuda
kamu cukup jauh
untuk bisa kurengkuh atau kupaksa duduk
mendengar nyanyianku dan meminum kopi
dari biji yang aku giling sendiri
kamu memang jauh
aku hanya perlu menunggu
seminggu, dua minggu, atau
berminggu-minggu lagi
--------------------------------------------------------------
Jogja, 23 April 2014
Selasa, 01 April 2014
Mendaki Pesona Gunung Rinjani
Gunung
Rinjani.. gunung api tertinggi ke dua di Indonesia ini memang mempesona. Medannya yang
berat menyimpan keindahan yang luar biasa. Tak heran banyak yang
menyebutnya gunung dengan pemandangan terindah di Indonesia. Terletak
di Pulau Lombok - Nusa Tenggara Barat, Rinjani menjulang setinggi
3767 mdpl. Dua jalur pendakian yang sering dilalui pendaki adalah
jalur sembalun dan jalur senaru. Namun masih ada jalur lokal lain
yaitu jalur torean yang biasa digunakan penduduk lokal.
Perjalanan menuju Rinjani dimulai dari Aikmel. Aikmel berarti air dingin (aik=air, mel=dingin). Penduduknya ramah, pada waktu itu saya sempat menginap semalam di rumah salah seorang penduduk Aikmel karena kemalaman dan tidak dapat angkot menuju Desa Sembalun.
Perjalanan menuju Rinjani dimulai dari Aikmel. Aikmel berarti air dingin (aik=air, mel=dingin). Penduduknya ramah, pada waktu itu saya sempat menginap semalam di rumah salah seorang penduduk Aikmel karena kemalaman dan tidak dapat angkot menuju Desa Sembalun.
Keesokan paginya
saya dan kawan saya menumpang
mobil bak terbuka pengangkut sayur bergabung dengan penduduk lokal.
Berdua cukup 10ribu. Perjalanan dari Aikmel menuju Desa Sembalun
kurang lebih 1 setengah jam dengan pemandangan hutan dan bukit-bukit
serta Gunung Rinjani.
Sesampainya di Desa Sembalun kami segera
menuju pos lapor untuk mendapatkan ijin.
setelah menyelesaikan urusan perijinan, dimulailah langkah menuju gunung sesungguhnya. Rasanya begitu malas dan berat. Dengan hanya berdua, beban alat dan logistik baik untuk mendaki maupun untuk backpacking sepulang dari Rinjani terasa lebih berat. Masing-masing kami membawa tas carrier full muatan di belakang dan day pack di depan. Karena itu kami sepakat berjalan santai...selow aje coyy...
setelah menyelesaikan urusan perijinan, dimulailah langkah menuju gunung sesungguhnya. Rasanya begitu malas dan berat. Dengan hanya berdua, beban alat dan logistik baik untuk mendaki maupun untuk backpacking sepulang dari Rinjani terasa lebih berat. Masing-masing kami membawa tas carrier full muatan di belakang dan day pack di depan. Karena itu kami sepakat berjalan santai...selow aje coyy...
Dua jam pertama yang terlihat hanya ladang-ladang penduduk sehingga cukup
membuat bosan. Cuaca cukup panas walau di musim hujan. Setelah
melewati batas ladang penduduk, savana terhampat luas di depan mata
lengkap dengan sapi-sapi di bukit-bukit. Menyenangkan
tapi melelahkan karena masih 4 jam'an lagi menuju pos I dengan medan
yang gersang. Sore hari sampai juga di pos I. Segera buka tenda dan
memasak. Waktu kami lagi ngopi, muncul tiga orang pendaki lain. Kami
berkenalan dan mereka pun membuka tenda di sebelah kami. Mereka
adalah pendaki dari Universitas Mataram dan seorang dari Palembang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan seterusnya
bersama-sama.
Keesokan harinya setelah beristirahatsemalam,
perjalanan dilanjutkan. Sesekali kami beristirahat dan makan snack
atau sekedar duduk. Kami
berjalan selama 3 jam santai hingga akhirnya sampai di kaki bukit
penyiksaan, tepat sebelum tanjakan penyiksaan. Kali ini kami makan
siang dan beristirahat setengah jam. mengingat sudah semakin siang,
kami segera tancap gas mendaki tanjakan yang full track ini. Pengennya
sih gas poll...tapi matahari terik seolah ikut menyengat tenaga
kami...jadi lah kami mendaki sambil saling diam untuk menghemat tenaga. Dari tanjakan ini
terlihat jalur menuju puncak, juga terlihat jalur lain menuju
plawangan yaitu tanjakan penyesalan. Dinamai tanjakan penyesalan
karena jalurnya lebih landai, namun sangat panjang sehingga
seringkali pendaki yang memilih tanjakan itu menyesal. Sedangkan
tanjakan penyiksaan ini relatif lebih singkat, namun sangat menyiksa
seperti namanya. Bukit ini ditumbuhi pepohonan pinus. Setelah 5 jam
berjuang dengan keluh kesah tapi tetap tertawa, sampai juga
kami di plawangan sembalun dan....wuaaauw..Segara Anak terhampar
tepat di bawah sana dengan airnya yang dijamahi sinar mentari
senja.
Kami duduk-duduk sebentar menikmati pemandangan sebelum berkemah. Setelah udara semakin dingin kami mulai bergerak
kembali menuju tampat berkemah. Di tengah perjalanan kami bertemu
pertigaan yang bila ambil lurus menuju puncak, dan bila turun ke
kanan menuju Danau Segara Anak. Kami lurus, dan kurang lebih setengah
jam kami sampai di camp ground. Sayang, malam itu saya demam dan
pusing. Padahal jam 2 pagi sudah harus bangun untuk muncak.
Akhirnya..dengan tidak memaksakan kondisi, saya menahan ego untuk
berangkat puncak esok harinya. jadi hanya teman-teman rombongan Unram
dan beberapa pendaki lain di lokasi yang berangkat ke puncak hari
itu. Kecewa..merasa sudah jauh-jauh tapi nggak muncak. Tapi mendaki
kan bukan sekedar mengejar puncak pikirku. Akhirnya kami bersantai di
pinggir jurang yang sangat dalam. Sambil ngopi-ngopi, bergabung
pendaki lain yang berasal dari Jakarta, Malang, dan dari Jogja. Kami
berkenalan dan bersantai bersama monyet-monyet yang nakal. Beberapa
kali makanan kami dicolong dengan begitu taktisnya oleh sang monyet.
Mereka hendak muncak esok subuh. Terbesit kembali niat untuk muncak.
Akhirnya kami putuskan untuk muncak esok hari. Jadi seharian ini kami
berdua hanya makan, bersantai, main kartu, ngopi, bercengkerama
dengan pendaki lainnya dan menikmati senja yang cantik di tebing
Rinjani dengan pemandangan Segara Anak dan Gunung Agung Bali di
kejauhan. Di dekat pos terakhir ini terdapat sumber air yang
melimpah. Bahkan bisa untuk mandi (tanpa sabun atau bahan pembersih
tentunya) karena ada dua mata air terpisah dalam satu
lokasi.
Keesokan harinya kami bangun pukul 1 pagi. Bersiap-siap
dan makan ringan. Begitu keluar..nyali kami menjadi ciut. Mendung cukup
tebal menggelayut. Anginpun bertiup sedikit kencang. Memang saat itu
musim badai baru dimulai. Dan kebetulan kami dan rombongan yang
mendaftar di hari yang sama adalah pendaki terkahir karena keesokan
harinya pendakian sudah ditutup karena musim badai. Kami pun
berunding, tapi melihat arah angin, sepertinya mendung tidak mengarah
ke puncak namun menjauh. Dengan pertimbangan bila cuaca memburuk kami
akan turun, akhirnya kami putuskan ntuk tetap muncak. Perjalanan di
mulai pukul 2 pagi. Kami menuju plawangan II dengan trek yang masih
ditumbuhi pepohonan. Sial perut kami malah sakit kebelet boker.
Akhrinya kami mencari spot di luar jalur. Kami pun boker bergantian.
Setengah jam kami tertinggal dari rombongan Embah. Setelah melewati
plawangan II, trek mulai berpasir dan berbatu. Mmenga kemiringannya
tidak semiring jalur puncak Semeru, namun jalur puncak Rinjani relatif
lebih panjang, di samping itu dengan ketingga di atas 3700 mdpl angin
lebih kencang dan di kiri kanan berupa jurang yang sangt dalam.
Jurang sisi kiri langsung menuju jalur Sembalun di awal, sedangkan
jurang sisi kanan langsung menuju Segara Anak. Tentunya saya nggak
mau ke Segara Anak lewat sini. Mendung memang menjauh, tapi sayang
sakit perut datang kembali. Membuang setengah jam lagi, kami
bergantian boker. Kali ini susah mencari spot karena jalur cukup
sempit dengan diapit jurang. Akhirnya kami bergantian boker di
pinggir jalur dekat jurang yang agak miring. Haha!! Sungguh
menggelikan buang air besar dengan posisi seperti itu, dengan jongkok tapi satu
kaki meopang lebih panjang karena tempatnya miring, itu belum
ditambah goyangan dari angin puncak yang cukup kencang. Walhasil mau
boker aja cuaapeekk setengah mati bin rempong!
Mendekati puncak medan semakin berpasir dan
berbatu besar. Bila sudah menemui jalan yang menikung, berarti puncak
sudah dekat. Jam setengah 7 pagi kami berhasil tiba di Puncak
Rinjani. Walaupun berkabut di awal, namun udara malah cukup hangat di
puncak dan angin tidak bertiup kencang. Bahkan kami hampir 1 jam di
atas, makan snack, ngopi, dan foto-foto. Setelah puas, kami turun.
Perjalanan turun sangat menyenangkan, saya main prosot-prosotan
seperti waktu turun dari puncak Semeru. Saya menyebutnya main ski
pakai kaki. Dengan pasir yang dalam, cukup memasang kuda-kuda pada
kaki, andalkan tumit, maka kita akan meluncur dengan sendirinya. Tapi
tetap harus waspada, karena kalo kebablasan, ya babalasnya ke
jurang. Saat perjalanan turun, cuaca mulai cerah, kabut menyingkir,
dan terlihat jelas Segara Anak dan Gunung Baru Jari dengan kawahnya
yang mengeluarkan asap.
Setelah 2 setengah jam bersenang-senang dengan
pasir, kami dikejutkan dengan pemandangan di pos terakhir tempat
kami berkemah. Logistik berceceran di mana-mana, begitu juga dengan
pakaian, dan yang membuat emosi, tenda pun sobek di sana sini akibat
cakaran sekelompok monyet. Ingin marah-marah rasanya, logistik yang
tersisa hanya sedikit beras dan kopi. Makanan lain yang beraroma
sudah lenyap. Alat-alat masak, kompor, dan lain-lain tersebar di
pinggir tebing dan di tebing-tebing. Akhirnya dengan kecewa, kami
punguti apa saja yang masih bisa di ambil sampai ke tebing-tebing
yang masih bisa dijangkau. Kami putuskan untuk segera menuju ke
Segara Anak bergabung dnegan pendaki lain yang sudah turun ke sana
kemarin mengingat logistik sudah habs-habisan. Dengan menahan lapar,
kami lanjtkan perjalan turun ke Segara Anak. Seolah ingin ikut
berpartisipasi, awan pun tiba-tiba menurunkan hujan lebat. Jalur
turun yang curam berbatu menjadi semakin licin. Waktu itu kami cukup
ngedrop karena belum makan dan diguyur hujan dengan tas carier yang
basah karena trash bag pun sobek sedangkan mantel saya gunakna untuk
melindungi perlangkapan kamera dan lensa-lensa saya. Lapaaaarr...itu
yang ada di otak saya. Agar tidak bertambah ngedrop, kami bernyanyi
Hujan-nya Utopia sambil tertawa-tawa mengingat kejadian hari
ini. Turun ke bawah jadi lebih lama karena kondisi fisik yang kelaparan. Kurang lebih 6 jam
baru kami sampai di tempat berkemah Segara Anak. Sampai di camp
ground Segara Anak kami disambut dengan minuman hangat. Setelah ganti
pakaian, kami makan sup ikan yang pedas..enak sekali rasanya....^^
Dua hari kami berkemah di Segara Anak. Rasa persaudaraan di antara
kami ber 12 jadi bertambah kuat, semula kami tidak saling kenal.
Karena kondisi, kami saling berbagi, apa saja, makanan, minuman,
rokok, juga berbagi cerita. Sebenarnya saat itu logistik bersama
sudah menipis. Kami mengandalkan memancing di danau untuk mendapatkan
ikan. Bersyukur seharian mancing, kami semua bila ditotal mendapat
sekitar 50 ekor ikan carper dan mujair. Besar-besar pula. Kami pun
pesta ikan, ikan akar, sup ikan dll...kapan lagi di gunung bisa pesta
bakar ikan..Selain memancing, kegiatan yang paling mengasyikan adalah
berendam di Air Kalak, kolam air panas alami dekat sumber mata air.
Wuuiiiiiih...nikmat sekali berndam di air panas sambil menikamati
alam Rinjani. Pegal-pegalpun hilang. Di kolam air panas alami ini
terdapat tiga kolam dengan tingkat suhu berbeda. Ada yang suam-suam
kuku, panas, dan sangat panas. Bahkan ada yang mendidih, tapi bukan
untuk berendam tentunya...
Dua hari berlalu, logistik yang tersisa hanya tinggal bumbu penyedap rasa, mie 3 bungkus untuk keadaan urgent dan rokok lintingan, tidak ada yang lainya. Kami pun turun gunung lewat jalur Senaru. Dari Segara Anak menuju Plawangan Senaru mendaki sekitar 4 jam. Cuaca sesekali hujan. Perjalanan dari Plawangan Senaru menuju pos lapor Senaru kurang lebih 6 jam (melewati pos 3-1 dan beberapa pos bayangan). Di jalur ini banyak ditemui stroberi hutan. O iya di pintu masuk senaru terdapat warung yang menjual berbagai makanan termasuk pisang goreng.. ah..nikmaaaaat..
basecamp - pos I : 6 jam
pos I- pos II : 1 jam
pos II - pos istirahat : 2 jam
pos istirahat - plawangan I : 5 jam full track
plawangan I - pos terakhir : 30 menit
pos terakhir - puncak rinjani : 5 jam
punak - turun pos terakhir : 2-3 jam
pos terakhir - persimpangan : 30 menit
persimpangn - segara anak : 5-6 jam
segara anak - plawangan senaru : 4 jam
plawangan senaru - pintu masuk : 5 jam
pintu masuk - pos lapor senaru : 30 menit
( catatan : lamanya waktu perjalanan tergantung kondisi fisik dan cuaca )
Langganan:
Postingan (Atom)