Rabu, 03 Desember 2014




























Judul Buku: Keluarga Gerilya
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Hasta Mitra
Tahun Terbit: 1950
Kategori: Sastra Realis/Sastra Sejarah


"Dan kalau ada prajurit gerilya mati---kalau mereka gugur-- tak ada famili yang datang menengok. Dan mungkin juga familinya sudah jadi musuhnya--sudah masuk bala tentara Belanda. Adakalanya mereka, bangkai-bangainya, tak ada yang mengurus dan busuk di lapangan terbuka atau di tengah-tengah belukar dimakan binatang, Barangkali belum lagi sempat buang air mereka sudah harus bertempur. Dan waktu engkau aman mandi di sumur, mungkin mereka terpapas kaki atau tangannya oleh pecahan peluru howitser"
--Keluarga Gerilya--

Kita saat ini hidup di jaman pasca kemerdekaan. Ya, walaupun memang tidak merdeka di segala aspek. Setidaknya detik ini kita masih bisa berbangga menyebut diri bertanah air Indonesia. Namun siapa hendak mengingat bagaimana kemerdekaan ini dapat diraih? Bagaimana bila seandainya kita adalah manusia yang terlahir pada jaman '45? Bagaimana bila diri ini adalah seorang pemuda/i, atau emaknya, atau adiknya atau kakanya pejuang gerilya?

Keluarga Gerilya yang dianggap sepasang dengan Perburuan menggambarkan tragik revolusi Indonesia dari kacamata sebuah keluarga. Sebuah keluarga yang Pramoedya angkat mewakili watak-watak manusia era itu. Sebuah keluarga yang terdiri dari bapak yang menjadi pasukan KNIL-Belanda, anak-anak lelakinya yang adalah pemuda pejuang revolusi, ibu yang kacau otaknya dan berkelakuan kasar juga tentang adik perempuan yang pasrah dalam amarah. Seperti situasi pada masa itu, roman ini menunjukkan pertentangan antara kaum revolusioner dan kaum anjing penjilat Belanda. Bapak yang mati dibunuh anak-anak lelakinya karena bapaknya menjadi KNIL adalah penggambaran yang luar biasa tentang kerelaan seorang anak demi tanah tumpah darahnya. Juga kerelaan-kerelaan lain yang harus dijalani pemuda pejuang saat itu seperti merelakan persoalan asmara dan tetek bengeknya. Kisah tiga hari tiga malam dalam keluarga ini mengingatkan kita kembali betapa sulitnya hidup dalam keadaan pasca revolusi awal di mana segala sesautu dikurbankan termasuk pakaian demi membeli beras untuk makan. Betapa berat kehidupan bangsa ini bermula. Dan betapa berat pula keluarga yang ditinggal anak-anaknya berjuang sambil mengharap-harap cemas adakah kali kedua melihat abang, adik, atau anaknya kembali selamat dari perang...

Roman yang merupakan salah satu karya pada awal karir Pramoedya ini memang khas karya klasik Pram yang lain di mana revolusi adalah menu utamanya. Roman ini sangat menarik bagi mereka yang ingin meresapi kembali suasana revolusi di Indonesia. Atau bagi mereka yang sudi menengok kembali jauh ke belakang, pada saat nyawa pergi melayang demi saya, kamu, atau mereka yang dapat merasakan kesenangan dan kemudahan yang dahulu tidak sempat pemuda-pemuda itu rasakan...
























Ada Timor di Hati

Bisakah sejenak kau mereda?
Wahai rinduku yang mati-matian pada tanah dan pohon-pohon keringmu.
Menyingkirlah sementara,
duhai warna bumimu yang kini memantul di benakku.

Cukup..

Aku tau persis aku masih ingin mendengar cerita dan tawa kalian,
di tepian Pantai Lasiana sambil menikmati kopi Fatuleu yang bubuknya terasa bagai cokelat.
(aku sampai ingin mengunyahnya terus-terusan!)

Tulangku pun kini nyaris terasa nyeri menyesap rindu saat mengingat  perjalanan singkat kala itu, di Pulau Timor..

"basong pung bumi, beta pung bumi ju"
Bumimu kawan, bumi beta jua..

Jogja, 14 September 2014

Sekilas Tentang Dunia Anna oleh Jostein Gaarder



Kita semua terlibat dalam pemanfaatan "jasa" alam, tetapi soal eksploitasi berlebihan tetaplah sebuah pilihan yang sangat mungkin untuk tidak dipilih. Seperti seseorang yang bukan vegetarian, ia masih berhak mengasihi dan mencegah penyiksaan terhadap makhluk lain. Sekali lagi Jostein Gaarder mengajak kita berdiskusi dan merenungi filsafat semesta melalui Dunia Anna yang juga hidup di Bumi sebagai Nova pada tahun 2082, atau tepatnya ketika Bumi berusia sekitar 13, 7 milyar tahun.
Halaman 66-67, Dunia Anna:
"Dalam banyak hal, kita saat ini hidup dalam kurun waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di satu sisi kita adalah bagian dari sebuah generasi yang berhasil mengeksplorasi alam semesta dan memetakan genom manusia, tapi di sisi lain kita adalah generasi pertama yang melakukan kerusakan alam yang serius. Kita menyaksikan bagaimana tindakan manusia mengikis sumber daya alam dan mengakibatkan rusaknya habitat. Kita mengubah alam sedemikian rupa hingga kita bisa menyebut sebagai sebuah zaman geologi baru yaitu antroposen (dampak luar biasa umat manusia pada Planet Bumi).
Pada tumbuhan dan hewan, di dalam lautan dan kandungan minyak, batu bara, dan gas tersimpan kandungan karbon yang siap untuk teroksidasi dan dilepaskan ke atmosfer. Di planet mati seperti Venus, kandungan CO2 mendominasi atmosfernya, dan kondisi di Bumi akan menjadi seperti itu bila proses-proses alam tidak mempertahankan keseimbangannya.
Jika seluruh cadangan minyak, batu bara, dan gas bumi yang masih tersimpan dalam planet ini dipompa keluar dan disebarkan ke atmosfer, mungkin peradaban kita tidak akan bertahan. Walaupun begitu, masih banyak yang menganggap bahwa Tuhan memberi hak kepada kita untuk menambang dan membakar seluruh sumber energi fosil itu untuk kepentingan teritoral suatu negara."

Kamis, 24 April 2014

MENGINTIP KEINDAHAN PERAIRAN BALI TIMUR DAN BALI BARAT

Berenang bersama ikan di spot Coral Garden, Pulau Menjangan - Taman Nasional Bali Barat





ITINERARY BALI TRIP 6-10 APRIL 2014

DAY 1 / Minggu 6 April
10.45  tiba di bandara Ngurah Rai
11.00 – 12.00 makan siang dan ngopi
12.00 – 15.00 menuju Amed - Karangasem, Bali Timur
15.00 – 17.00 snorkeling di Amed alias Teluk Jemeluk
17.00 – 19.00 sunset time, cari penginapan
19.00 – 20.00 makan malam

DAY 2 / Senin 7 April
08.00 – 08.30 bangun, mandi, siap-siap
08.30 – 09.00 sarapan
09.00 – 09.30 menuju Tulamben
09.30 – 12.00 snorkeling
12.00 – 13.00 mandi, bersih-bersih badan
13.00 – 15.00 menuju Danau Batur
15.00 - 16.00 makan sore
16.00 - 20.00 menuju Pemuteran - Buleleng, Bali Barat
17.30 – 19.00 cari penginapan, makan malam

DAY 3 / Selasa 8 April
07.00 – 08.00 bangun, mandi, siap-siap
08.00 – 08.30 sarapan
08.30 – 09.00 menuju Banyuwedang, spot penyeberangan menuju Pulau Menjangan
09.30 – 10.00 menuju Pulau Menjangan
10.00 - 14.00 snorkeling di Coral Wall spot dan Coral Garden spot
14.00 – 14.30 kembali ke Banyuwedang
14.30 - 15.00 kembali ke hotel, mandi
15.00 - 17.00 makan sore, santai

DAY 4 / Rabu 9 April
08.00 – 09.00 bangun, mandi, siap-siap
09.00 – 10.00 sarapan
10.00 – 15.00 menuju Denpasar-Kuta, makan siang
15.00 – 19.00 jalan-jalan sekitar Denpasar dan Kuta, cari penginapan
19.00 – 19.30 mandi
19.30 – 24.00 makan malam, ngopi/ngebir di Legian, shopping time, night life

DAY 5 / Kamis 10 April
07.00 – 07.30 bangun, mandi, siap-siap
07.30 – 08.30 menuju bandara Ngurah Rai

 ---------------------------------------------------------------------------------------------

Yap!! Yang di atas itu adalah rencana perjalanan saya beberapa waktu lalu saat hendak berlibur ke Bali. Sekitar 90% rencana perjalanan tersebut teralisasi dengan cukup presisi hahaha (enggak juga deeeeng, meleset-meleset dikiit lah). Bertualang di Bali kali ini saya memang lebih mengedepankan agenda snorkeling. Maklum, baru punya perlengkapan baru :p

Dari awal saya dan patner liburan saya sepakat akan menyewa mobil. Alasannya adalah fleksibilitas dan barang bawaan kami yang memang cukup banyak. Jadilah kami menyewa sebuah mobil Katana dengan harga cukup murah yaitu Rp 125.000 saja per hari. Sayangnyaaaaa... belum juga sampai Sanur, mobil sewaan itu mogok!! (LOL) Kami pun harus menunggu mobil pengganti selama dua jam lebih, dan mobil penggantinya adalaaaah: Karimun. Oke. Kali ini dua orang penggemar berat mobil double gardan Landrover, yang satu bertato dan yang satu berambut putih gondrong (kalo kata orang Jogja: njuk ngopooooo?), akan menggunakan si imut Karimun untuk mengelilingi Bali selama 5 hari. Sebenarnya tampang kami aja yang sekilas agak terkesan sangar (baca: blangsak), tapi jiwa kami tak ubahnya seperti mobil yang kami kendarai kali ini, unyuuuuu (>.<)

Singkat cerita kami pun kembali ke kota masing-masing (pembaca: niat jadi blogger gak siih?!). Hohoho... oke oke, saya perbaiki. Singkat cerita kami pun sampai di Amed. Ah..teluk yang tenang itu mempesona kami. Suasana yang bisa dibilang masih jauh dari ramai. Kami pun mendapat penginapan dengan harga cukup miring, yaitu sebuah cottage dengan teras pribadi yang langsung menghadap ke pantai. Rasanya ingin bermalas-malasan saja sesorean.

Cottage tempat kami menginap di Amed

Walaupun sudah terlalu sore dan mulai malas, akhirnya kami mencoba snorkeling di Amed. Bisa dibilang pemandangan bawah lautnya tidak terlalu bagus. Memang sih katanya untuk snorkeling lebih bagus di Tulamben. Di Amed untuk bersantai saja sambil menikmati ketenangan teluk Jemeluk dengan latar Gunung Agung.

Amed - Teluk Jemeluk, Karangasem dengan latar Gunung Agung

Esok paginya, kami bergegas menuju Tulamben. Kali ini kami ingin mencapai spot ship wreck alias kapal karam milik USA Liberty pada masa Perang Dunia ke-2. Pemandangan dalam laut Tulamben lebih bagus dari Amed. Cukup banyak ikan berwarna-warni di sini, tapi tidak terlalu banyak jenis coral atau terumbu karang. 


Saya berenang bersama ikan-ikan di spot Ship Wreck USA Liberty

Yang paling menarik adalah ketika sampai di dekat bangkai kapal USA Liberty. Usut punya usut, sebenarnya ini bukan kapal karam melainkan kapal yang terdampar di Pantai Tulamben. Mulanya kapal ini dihantam oleh torpedo Jepang pad Perang Dunia ke-2 dan berlabuh di Lombok. Pemerintah USA pun berencana menarik kapal ini ke pelabuhan Singaraja, namun mereka tidak bisa memasuki wilayah Singaraja. Jadilah kapal USA Liberty ini di"dampar"kan di Tulamben, lalu terhempas ke laut saat Gunung Agung meletus hebat pada tahun 1963. Anyway..saat mendekati bangkai kapal ini, ada aura misteri yang menyeruak. Menurut patner liburan saya yang scuba diver ini, menyelam di antara bangkai kapal memiliki sensasi tersendiri. Jika dirasa-rasa, bangkai kapal di lautan terkesan begitu sunyi dan sendiri di tengah lautan luas. Padahal ia adalah rumah bagi ikan-ikan dan terumbu karang. Pokoknya snorkeling di Tulamben ini bisa dibilang cukup menyenangkan.

Kami pun kembali ke penginapan, mandi, lalu check out dan meneruskan perjalanan menuju Danau Batur. Sepanjang perjalanan kami melintasi bukit-bukit dengan pemandangan laut dan gunung. Menyenangkan! Saya selalu suka perjalanan. Sesampainya di Danau Batur - Kintamani, kami makan di sebuah resto terapung yang berada di danau. Begitu cantik sore ini.


Makan sore di Danau Batur

Selesai makan, kami pun langsung tancap gas menuju Pemuteran, Buleleng. Kami akan menginap di sana karena besoknya kami akan menyeberang dari Banyuwedang menuju Pulau Menjangan. Malam itu kami menginap di Gecko Homestay yang sangat nyaman dengan tarif Rp 200.000 per malam. Pulau Menjangan terkenal akan keindahan biota lautnya. Hal ini langsung terlegalisir saat keesokan harinya kami menjelajahi beberapa spot di perairan Menjangan.

Transportasi dari Banyuwedang-Pulau Menjangan menggunakan kapal motor ini


Beautiful! Indah! Indonesia memang indah! Terumbu karang dan ikan beragam jenis dan warna memanjakan mata kami. Air laut yang jernih kebiruan membuat kita seolah melayang di dalam laut. Di spot Coral Wall, dinding yang cukup panjang dan dalam menjadi pahatan alam luar biasa yang menampilkan warna warni terumbu karang. Ikan-ikan pun seolah tidak takut atau menganggap kita terlalu asing sehingga kita dengan mudah berenang berdampingan dengan mereka. Sementara di spot Coral Garden, kita akan menjumpai berbagai jenis terumbu karang yang terhampar bagai kebun (lihat foto paling atas di postingan ini).

Berdansa bersama ikan di Coral Wall, perairan Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat

Coral Garden di Perairan Pulau Menjangan


Bintang Laut di Perairan Menjangan
Clown Fish di Perairan Menjangan












Kata-kata tidak akan pernah cukup menggambarkan keriangan saya selama 4 hari mengintip celah-celah keindahan laut Pulau Bali. Dan mungkin seumur hidup saya tidak akan pernah cukup mengungkap seluruh pesona bumi Nusantara. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya!

Biru jernihnya perairan Pulau Menjangan, Taman Nasional Bali Barat

 ~ salam hangat ~

Duala Oktoriani Boru Purba Sidadolok
Sabbe satta bhavantu suki tata (semoga semua makhluk berbahagia) _/|\_




Rabu, 23 April 2014

SAJAK SIANG HARI YANG MEMBOSANKAN


Menapak jalan-jalan yang panjang penuh debu
anak-anak berlarian,
ingin segera mereka sampai pada teduhnya rumah
lalu memohon sepiring nasi dan segelas air putih yang lezat pada emak mereka

saung penuh dengan para petani yang menyandarkan letih pada tiang-tiang bambunya

kemarau begitu panjang kali ini
begitu kering musim ini
padahal hujan setiap hari

-----------------------------------------------------------------


siang pun jemu padaku
yang juga jemu pada siang ini dan siang-siang kemarin

“tak mengapa” aku pikir
sekali jemu atau beribu kali jemu
asal masih bisa berpura-pura


---------------------------------------------------------------


kamu sangat jauh
tak tahu seberapa aku harus mengukur ke timur sana
tempat di mana kau cumbui rumput-rumput kering seperti kuda

kamu cukup jauh
untuk bisa kurengkuh atau kupaksa duduk
mendengar nyanyianku dan meminum kopi dari biji yang aku giling sendiri

kamu memang jauh
aku hanya perlu menunggu
seminggu, dua minggu, atau berminggu-minggu lagi

--------------------------------------------------------------

Jogja, 23 April 2014

Selasa, 01 April 2014

Mendaki Pesona Gunung Rinjani




Gunung Rinjani.. gunung api tertinggi ke dua di Indonesia ini memang mempesona. Medannya yang berat menyimpan keindahan yang luar biasa. Tak heran banyak yang menyebutnya gunung dengan pemandangan terindah di Indonesia. Terletak di Pulau Lombok - Nusa Tenggara Barat, Rinjani menjulang setinggi 3767 mdpl. Dua jalur pendakian yang sering dilalui pendaki adalah jalur sembalun dan jalur senaru. Namun masih ada jalur lokal lain yaitu jalur torean yang biasa digunakan penduduk lokal.
Perjalanan menuju Rinjani dimulai dari Aikmel. Aikmel berarti air dingin (aik=air, mel=dingin). Penduduknya ramah, pada waktu itu saya sempat menginap semalam di rumah salah seorang penduduk Aikmel karena kemalaman dan tidak dapat angkot menuju Desa Sembalun. 

Keesokan paginya saya dan kawan saya menumpang mobil bak terbuka pengangkut sayur bergabung dengan penduduk lokal. Berdua cukup 10ribu. Perjalanan dari Aikmel menuju Desa Sembalun kurang lebih 1 setengah jam dengan pemandangan hutan dan bukit-bukit serta Gunung Rinjani.
 
Sesampainya di Desa Sembalun kami segera menuju pos lapor untuk mendapatkan ijin.
setelah menyelesaikan urusan perijinan, dimulailah langkah menuju gunung sesungguhnya. Rasanya begitu malas dan berat. Dengan hanya berdua, beban alat dan logistik baik untuk mendaki maupun untuk backpacking sepulang dari Rinjani terasa lebih berat. Masing-masing kami membawa tas carrier full muatan di belakang dan day pack di depan. Karena itu kami sepakat berjalan santai...selow aje coyy... 

Dua jam pertama yang terlihat hanya ladang-ladang penduduk sehingga cukup membuat bosan. Cuaca cukup panas walau di musim hujan. Setelah melewati batas ladang penduduk, savana terhampat luas di depan mata lengkap dengan sapi-sapi di bukit-bukit. Menyenangkan tapi melelahkan karena masih 4 jam'an lagi menuju pos I dengan medan yang gersang. Sore hari sampai juga di pos I. Segera buka tenda dan memasak. Waktu kami lagi ngopi, muncul tiga orang pendaki lain. Kami berkenalan dan mereka pun membuka tenda di sebelah kami. Mereka adalah pendaki dari Universitas Mataram dan seorang dari Palembang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan seterusnya bersama-sama. 
Keesokan harinya setelah beristirahatsemalam, perjalanan dilanjutkan. Sesekali kami beristirahat dan makan snack atau sekedar duduk. Kami berjalan selama 3 jam santai hingga akhirnya sampai di kaki bukit penyiksaan, tepat sebelum tanjakan penyiksaan. Kali ini kami makan siang dan beristirahat setengah jam. mengingat sudah semakin siang, kami segera tancap gas mendaki tanjakan yang full track ini. Pengennya sih gas poll...tapi matahari terik seolah ikut menyengat tenaga kami...jadi lah kami mendaki sambil saling diam untuk menghemat tenaga. Dari tanjakan ini terlihat jalur menuju puncak, juga terlihat jalur lain menuju plawangan yaitu tanjakan penyesalan. Dinamai tanjakan penyesalan karena jalurnya lebih landai, namun sangat panjang sehingga seringkali pendaki yang memilih tanjakan itu menyesal. Sedangkan tanjakan penyiksaan ini relatif lebih singkat, namun sangat menyiksa seperti namanya. Bukit ini ditumbuhi pepohonan pinus. Setelah 5 jam berjuang dengan keluh kesah tapi tetap tertawa, sampai juga kami di plawangan sembalun dan....wuaaauw..Segara Anak terhampar tepat di bawah sana dengan airnya yang dijamahi sinar mentari senja.


Kami duduk-duduk sebentar menikmati pemandangan sebelum berkemah. Setelah udara semakin dingin kami mulai bergerak kembali menuju tampat berkemah. Di tengah perjalanan kami bertemu pertigaan yang bila ambil lurus menuju puncak, dan bila turun ke kanan menuju Danau Segara Anak. Kami lurus, dan kurang lebih setengah jam kami sampai di camp ground. Sayang, malam itu saya demam dan pusing. Padahal jam 2 pagi sudah harus bangun untuk muncak. Akhirnya..dengan tidak memaksakan kondisi, saya menahan ego untuk berangkat puncak esok harinya. jadi hanya teman-teman rombongan Unram dan beberapa pendaki lain di lokasi yang berangkat ke puncak hari itu. Kecewa..merasa sudah jauh-jauh tapi nggak muncak. Tapi mendaki kan bukan sekedar mengejar puncak pikirku. Akhirnya kami bersantai di pinggir jurang yang sangat dalam. Sambil ngopi-ngopi, bergabung pendaki lain yang berasal dari Jakarta, Malang, dan dari Jogja. Kami berkenalan dan bersantai bersama monyet-monyet yang nakal. Beberapa kali makanan kami dicolong dengan begitu taktisnya oleh sang monyet. Mereka hendak muncak esok subuh. Terbesit kembali niat untuk muncak. Akhirnya kami putuskan untuk muncak esok hari. Jadi seharian ini kami berdua hanya makan, bersantai, main kartu, ngopi, bercengkerama dengan pendaki lainnya dan menikmati senja yang cantik di tebing Rinjani dengan pemandangan Segara Anak dan Gunung Agung Bali di kejauhan. Di dekat pos terakhir ini terdapat sumber air yang melimpah. Bahkan bisa untuk mandi (tanpa sabun atau bahan pembersih tentunya) karena ada dua mata air terpisah dalam satu lokasi.
 
Keesokan harinya kami bangun pukul 1 pagi. Bersiap-siap dan makan ringan. Begitu keluar..nyali kami menjadi ciut. Mendung cukup tebal menggelayut. Anginpun bertiup sedikit kencang. Memang saat itu musim badai baru dimulai. Dan kebetulan kami dan rombongan yang mendaftar di hari yang sama adalah pendaki terkahir karena keesokan harinya pendakian sudah ditutup karena musim badai. Kami pun berunding, tapi melihat arah angin, sepertinya mendung tidak mengarah ke puncak namun menjauh. Dengan pertimbangan bila cuaca memburuk kami akan turun, akhirnya kami putuskan ntuk tetap muncak. Perjalanan di mulai pukul 2 pagi. Kami menuju plawangan II dengan trek yang masih ditumbuhi pepohonan. Sial perut kami malah sakit kebelet boker. Akhrinya kami mencari spot di luar jalur. Kami pun boker bergantian. Setengah jam kami tertinggal dari rombongan Embah. Setelah melewati plawangan II, trek mulai berpasir dan berbatu. Mmenga kemiringannya tidak semiring jalur puncak Semeru, namun jalur puncak Rinjani relatif lebih panjang, di samping itu dengan ketingga di atas 3700 mdpl angin lebih kencang dan di kiri kanan berupa jurang yang sangt dalam. Jurang sisi kiri langsung menuju jalur Sembalun di awal, sedangkan jurang sisi kanan langsung menuju Segara Anak. Tentunya saya nggak mau ke Segara Anak lewat sini. Mendung memang menjauh, tapi sayang sakit perut datang kembali. Membuang setengah jam lagi, kami bergantian boker. Kali ini susah mencari spot karena jalur cukup sempit dengan diapit jurang. Akhirnya kami bergantian boker di pinggir jalur dekat jurang yang agak miring. Haha!! Sungguh menggelikan buang air besar dengan posisi seperti itu, dengan jongkok tapi satu kaki meopang lebih panjang karena tempatnya miring, itu belum ditambah goyangan dari angin puncak yang cukup kencang. Walhasil mau boker aja cuaapeekk setengah mati bin rempong! 


Mendekati puncak medan semakin berpasir dan berbatu besar. Bila sudah menemui jalan yang menikung, berarti puncak sudah dekat. Jam setengah 7 pagi kami berhasil tiba di Puncak Rinjani. Walaupun berkabut di awal, namun udara malah cukup hangat di puncak dan angin tidak bertiup kencang. Bahkan kami hampir 1 jam di atas, makan snack, ngopi, dan foto-foto. Setelah puas, kami turun. Perjalanan turun sangat menyenangkan, saya main prosot-prosotan seperti waktu turun dari puncak Semeru. Saya menyebutnya main ski pakai kaki. Dengan pasir yang dalam, cukup memasang kuda-kuda pada kaki, andalkan tumit, maka kita akan meluncur dengan sendirinya. Tapi tetap harus waspada, karena kalo kebablasan, ya babalasnya ke jurang. Saat perjalanan turun, cuaca mulai cerah, kabut menyingkir, dan terlihat jelas Segara Anak dan Gunung Baru Jari dengan kawahnya yang mengeluarkan asap. 

Setelah 2 setengah jam bersenang-senang dengan pasir, kami dikejutkan dengan pemandangan di pos terakhir tempat kami berkemah. Logistik berceceran di mana-mana, begitu juga dengan pakaian, dan yang membuat emosi, tenda pun sobek di sana sini akibat cakaran sekelompok monyet. Ingin marah-marah rasanya, logistik yang tersisa hanya sedikit beras dan kopi. Makanan lain yang beraroma sudah lenyap. Alat-alat masak, kompor, dan lain-lain tersebar di pinggir tebing dan di tebing-tebing. Akhirnya dengan kecewa, kami punguti apa saja yang masih bisa di ambil sampai ke tebing-tebing yang masih bisa dijangkau. Kami putuskan untuk segera menuju ke Segara Anak bergabung dnegan pendaki lain yang sudah turun ke sana kemarin mengingat logistik sudah habs-habisan. Dengan menahan lapar, kami lanjtkan perjalan turun ke Segara Anak. Seolah ingin ikut berpartisipasi, awan pun tiba-tiba menurunkan hujan lebat. Jalur turun yang curam berbatu menjadi semakin licin. Waktu itu kami cukup ngedrop karena belum makan dan diguyur hujan dengan tas carier yang basah karena trash bag pun sobek sedangkan mantel saya gunakna untuk melindungi perlangkapan kamera dan lensa-lensa saya. Lapaaaarr...itu yang ada di otak saya. Agar tidak bertambah ngedrop, kami bernyanyi Hujan-nya Utopia sambil tertawa-tawa mengingat kejadian hari ini. Turun ke bawah jadi lebih lama karena kondisi fisik yang kelaparan. Kurang lebih 6 jam baru kami sampai di tempat berkemah Segara Anak. Sampai di camp ground Segara Anak kami disambut dengan minuman hangat. Setelah ganti pakaian, kami makan sup ikan yang pedas..enak sekali rasanya....^^ 

Dua hari kami berkemah di Segara Anak. Rasa persaudaraan di antara kami ber 12 jadi bertambah kuat, semula kami tidak saling kenal. Karena kondisi, kami saling berbagi, apa saja, makanan, minuman, rokok, juga berbagi cerita. Sebenarnya saat itu logistik bersama sudah menipis. Kami mengandalkan memancing di danau untuk mendapatkan ikan. Bersyukur seharian mancing, kami semua bila ditotal mendapat sekitar 50 ekor ikan carper dan mujair. Besar-besar pula. Kami pun pesta ikan, ikan akar, sup ikan dll...kapan lagi di gunung bisa pesta bakar ikan..Selain memancing, kegiatan yang paling mengasyikan adalah berendam di Air Kalak, kolam air panas alami dekat sumber mata air. Wuuiiiiiih...nikmat sekali berndam di air panas sambil menikamati alam Rinjani. Pegal-pegalpun hilang. Di kolam air panas alami ini terdapat tiga kolam dengan tingkat suhu berbeda. Ada yang suam-suam kuku, panas, dan sangat panas. Bahkan ada yang mendidih, tapi bukan untuk berendam tentunya...


Dua hari berlalu, logistik yang tersisa hanya tinggal bumbu penyedap rasa, mie 3 bungkus untuk keadaan urgent dan rokok lintingan, tidak ada yang lainya. Kami pun turun gunung lewat jalur Senaru. Dari Segara Anak menuju Plawangan Senaru mendaki sekitar 4 jam. Cuaca sesekali hujan. Perjalanan dari Plawangan Senaru menuju pos lapor Senaru kurang lebih 6 jam (melewati pos 3-1 dan beberapa pos bayangan). Di jalur ini banyak ditemui stroberi hutan. O iya di pintu masuk senaru terdapat warung yang menjual berbagai makanan termasuk pisang goreng.. ah..nikmaaaaat..

basecamp - pos I : 6 jam
pos I- pos II : 1 jam
pos II - pos istirahat : 2 jam
pos istirahat - plawangan I : 5 jam full track
plawangan I - pos terakhir : 30 menit
pos terakhir - puncak rinjani : 5 jam
punak - turun pos terakhir : 2-3 jam
pos terakhir - persimpangan : 30 menit
persimpangn - segara anak : 5-6 jam
segara anak - plawangan senaru : 4 jam
plawangan senaru - pintu masuk : 5 jam
pintu masuk - pos lapor senaru : 30 menit

( catatan : lamanya waktu perjalanan tergantung kondisi fisik dan cuaca )