Selasa, 01 April 2014

Mendaki Pesona Gunung Rinjani




Gunung Rinjani.. gunung api tertinggi ke dua di Indonesia ini memang mempesona. Medannya yang berat menyimpan keindahan yang luar biasa. Tak heran banyak yang menyebutnya gunung dengan pemandangan terindah di Indonesia. Terletak di Pulau Lombok - Nusa Tenggara Barat, Rinjani menjulang setinggi 3767 mdpl. Dua jalur pendakian yang sering dilalui pendaki adalah jalur sembalun dan jalur senaru. Namun masih ada jalur lokal lain yaitu jalur torean yang biasa digunakan penduduk lokal.
Perjalanan menuju Rinjani dimulai dari Aikmel. Aikmel berarti air dingin (aik=air, mel=dingin). Penduduknya ramah, pada waktu itu saya sempat menginap semalam di rumah salah seorang penduduk Aikmel karena kemalaman dan tidak dapat angkot menuju Desa Sembalun. 

Keesokan paginya saya dan kawan saya menumpang mobil bak terbuka pengangkut sayur bergabung dengan penduduk lokal. Berdua cukup 10ribu. Perjalanan dari Aikmel menuju Desa Sembalun kurang lebih 1 setengah jam dengan pemandangan hutan dan bukit-bukit serta Gunung Rinjani.
 
Sesampainya di Desa Sembalun kami segera menuju pos lapor untuk mendapatkan ijin.
setelah menyelesaikan urusan perijinan, dimulailah langkah menuju gunung sesungguhnya. Rasanya begitu malas dan berat. Dengan hanya berdua, beban alat dan logistik baik untuk mendaki maupun untuk backpacking sepulang dari Rinjani terasa lebih berat. Masing-masing kami membawa tas carrier full muatan di belakang dan day pack di depan. Karena itu kami sepakat berjalan santai...selow aje coyy... 

Dua jam pertama yang terlihat hanya ladang-ladang penduduk sehingga cukup membuat bosan. Cuaca cukup panas walau di musim hujan. Setelah melewati batas ladang penduduk, savana terhampat luas di depan mata lengkap dengan sapi-sapi di bukit-bukit. Menyenangkan tapi melelahkan karena masih 4 jam'an lagi menuju pos I dengan medan yang gersang. Sore hari sampai juga di pos I. Segera buka tenda dan memasak. Waktu kami lagi ngopi, muncul tiga orang pendaki lain. Kami berkenalan dan mereka pun membuka tenda di sebelah kami. Mereka adalah pendaki dari Universitas Mataram dan seorang dari Palembang. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan seterusnya bersama-sama. 
Keesokan harinya setelah beristirahatsemalam, perjalanan dilanjutkan. Sesekali kami beristirahat dan makan snack atau sekedar duduk. Kami berjalan selama 3 jam santai hingga akhirnya sampai di kaki bukit penyiksaan, tepat sebelum tanjakan penyiksaan. Kali ini kami makan siang dan beristirahat setengah jam. mengingat sudah semakin siang, kami segera tancap gas mendaki tanjakan yang full track ini. Pengennya sih gas poll...tapi matahari terik seolah ikut menyengat tenaga kami...jadi lah kami mendaki sambil saling diam untuk menghemat tenaga. Dari tanjakan ini terlihat jalur menuju puncak, juga terlihat jalur lain menuju plawangan yaitu tanjakan penyesalan. Dinamai tanjakan penyesalan karena jalurnya lebih landai, namun sangat panjang sehingga seringkali pendaki yang memilih tanjakan itu menyesal. Sedangkan tanjakan penyiksaan ini relatif lebih singkat, namun sangat menyiksa seperti namanya. Bukit ini ditumbuhi pepohonan pinus. Setelah 5 jam berjuang dengan keluh kesah tapi tetap tertawa, sampai juga kami di plawangan sembalun dan....wuaaauw..Segara Anak terhampar tepat di bawah sana dengan airnya yang dijamahi sinar mentari senja.


Kami duduk-duduk sebentar menikmati pemandangan sebelum berkemah. Setelah udara semakin dingin kami mulai bergerak kembali menuju tampat berkemah. Di tengah perjalanan kami bertemu pertigaan yang bila ambil lurus menuju puncak, dan bila turun ke kanan menuju Danau Segara Anak. Kami lurus, dan kurang lebih setengah jam kami sampai di camp ground. Sayang, malam itu saya demam dan pusing. Padahal jam 2 pagi sudah harus bangun untuk muncak. Akhirnya..dengan tidak memaksakan kondisi, saya menahan ego untuk berangkat puncak esok harinya. jadi hanya teman-teman rombongan Unram dan beberapa pendaki lain di lokasi yang berangkat ke puncak hari itu. Kecewa..merasa sudah jauh-jauh tapi nggak muncak. Tapi mendaki kan bukan sekedar mengejar puncak pikirku. Akhirnya kami bersantai di pinggir jurang yang sangat dalam. Sambil ngopi-ngopi, bergabung pendaki lain yang berasal dari Jakarta, Malang, dan dari Jogja. Kami berkenalan dan bersantai bersama monyet-monyet yang nakal. Beberapa kali makanan kami dicolong dengan begitu taktisnya oleh sang monyet. Mereka hendak muncak esok subuh. Terbesit kembali niat untuk muncak. Akhirnya kami putuskan untuk muncak esok hari. Jadi seharian ini kami berdua hanya makan, bersantai, main kartu, ngopi, bercengkerama dengan pendaki lainnya dan menikmati senja yang cantik di tebing Rinjani dengan pemandangan Segara Anak dan Gunung Agung Bali di kejauhan. Di dekat pos terakhir ini terdapat sumber air yang melimpah. Bahkan bisa untuk mandi (tanpa sabun atau bahan pembersih tentunya) karena ada dua mata air terpisah dalam satu lokasi.
 
Keesokan harinya kami bangun pukul 1 pagi. Bersiap-siap dan makan ringan. Begitu keluar..nyali kami menjadi ciut. Mendung cukup tebal menggelayut. Anginpun bertiup sedikit kencang. Memang saat itu musim badai baru dimulai. Dan kebetulan kami dan rombongan yang mendaftar di hari yang sama adalah pendaki terkahir karena keesokan harinya pendakian sudah ditutup karena musim badai. Kami pun berunding, tapi melihat arah angin, sepertinya mendung tidak mengarah ke puncak namun menjauh. Dengan pertimbangan bila cuaca memburuk kami akan turun, akhirnya kami putuskan ntuk tetap muncak. Perjalanan di mulai pukul 2 pagi. Kami menuju plawangan II dengan trek yang masih ditumbuhi pepohonan. Sial perut kami malah sakit kebelet boker. Akhrinya kami mencari spot di luar jalur. Kami pun boker bergantian. Setengah jam kami tertinggal dari rombongan Embah. Setelah melewati plawangan II, trek mulai berpasir dan berbatu. Mmenga kemiringannya tidak semiring jalur puncak Semeru, namun jalur puncak Rinjani relatif lebih panjang, di samping itu dengan ketingga di atas 3700 mdpl angin lebih kencang dan di kiri kanan berupa jurang yang sangt dalam. Jurang sisi kiri langsung menuju jalur Sembalun di awal, sedangkan jurang sisi kanan langsung menuju Segara Anak. Tentunya saya nggak mau ke Segara Anak lewat sini. Mendung memang menjauh, tapi sayang sakit perut datang kembali. Membuang setengah jam lagi, kami bergantian boker. Kali ini susah mencari spot karena jalur cukup sempit dengan diapit jurang. Akhirnya kami bergantian boker di pinggir jalur dekat jurang yang agak miring. Haha!! Sungguh menggelikan buang air besar dengan posisi seperti itu, dengan jongkok tapi satu kaki meopang lebih panjang karena tempatnya miring, itu belum ditambah goyangan dari angin puncak yang cukup kencang. Walhasil mau boker aja cuaapeekk setengah mati bin rempong! 


Mendekati puncak medan semakin berpasir dan berbatu besar. Bila sudah menemui jalan yang menikung, berarti puncak sudah dekat. Jam setengah 7 pagi kami berhasil tiba di Puncak Rinjani. Walaupun berkabut di awal, namun udara malah cukup hangat di puncak dan angin tidak bertiup kencang. Bahkan kami hampir 1 jam di atas, makan snack, ngopi, dan foto-foto. Setelah puas, kami turun. Perjalanan turun sangat menyenangkan, saya main prosot-prosotan seperti waktu turun dari puncak Semeru. Saya menyebutnya main ski pakai kaki. Dengan pasir yang dalam, cukup memasang kuda-kuda pada kaki, andalkan tumit, maka kita akan meluncur dengan sendirinya. Tapi tetap harus waspada, karena kalo kebablasan, ya babalasnya ke jurang. Saat perjalanan turun, cuaca mulai cerah, kabut menyingkir, dan terlihat jelas Segara Anak dan Gunung Baru Jari dengan kawahnya yang mengeluarkan asap. 

Setelah 2 setengah jam bersenang-senang dengan pasir, kami dikejutkan dengan pemandangan di pos terakhir tempat kami berkemah. Logistik berceceran di mana-mana, begitu juga dengan pakaian, dan yang membuat emosi, tenda pun sobek di sana sini akibat cakaran sekelompok monyet. Ingin marah-marah rasanya, logistik yang tersisa hanya sedikit beras dan kopi. Makanan lain yang beraroma sudah lenyap. Alat-alat masak, kompor, dan lain-lain tersebar di pinggir tebing dan di tebing-tebing. Akhirnya dengan kecewa, kami punguti apa saja yang masih bisa di ambil sampai ke tebing-tebing yang masih bisa dijangkau. Kami putuskan untuk segera menuju ke Segara Anak bergabung dnegan pendaki lain yang sudah turun ke sana kemarin mengingat logistik sudah habs-habisan. Dengan menahan lapar, kami lanjtkan perjalan turun ke Segara Anak. Seolah ingin ikut berpartisipasi, awan pun tiba-tiba menurunkan hujan lebat. Jalur turun yang curam berbatu menjadi semakin licin. Waktu itu kami cukup ngedrop karena belum makan dan diguyur hujan dengan tas carier yang basah karena trash bag pun sobek sedangkan mantel saya gunakna untuk melindungi perlangkapan kamera dan lensa-lensa saya. Lapaaaarr...itu yang ada di otak saya. Agar tidak bertambah ngedrop, kami bernyanyi Hujan-nya Utopia sambil tertawa-tawa mengingat kejadian hari ini. Turun ke bawah jadi lebih lama karena kondisi fisik yang kelaparan. Kurang lebih 6 jam baru kami sampai di tempat berkemah Segara Anak. Sampai di camp ground Segara Anak kami disambut dengan minuman hangat. Setelah ganti pakaian, kami makan sup ikan yang pedas..enak sekali rasanya....^^ 

Dua hari kami berkemah di Segara Anak. Rasa persaudaraan di antara kami ber 12 jadi bertambah kuat, semula kami tidak saling kenal. Karena kondisi, kami saling berbagi, apa saja, makanan, minuman, rokok, juga berbagi cerita. Sebenarnya saat itu logistik bersama sudah menipis. Kami mengandalkan memancing di danau untuk mendapatkan ikan. Bersyukur seharian mancing, kami semua bila ditotal mendapat sekitar 50 ekor ikan carper dan mujair. Besar-besar pula. Kami pun pesta ikan, ikan akar, sup ikan dll...kapan lagi di gunung bisa pesta bakar ikan..Selain memancing, kegiatan yang paling mengasyikan adalah berendam di Air Kalak, kolam air panas alami dekat sumber mata air. Wuuiiiiiih...nikmat sekali berndam di air panas sambil menikamati alam Rinjani. Pegal-pegalpun hilang. Di kolam air panas alami ini terdapat tiga kolam dengan tingkat suhu berbeda. Ada yang suam-suam kuku, panas, dan sangat panas. Bahkan ada yang mendidih, tapi bukan untuk berendam tentunya...


Dua hari berlalu, logistik yang tersisa hanya tinggal bumbu penyedap rasa, mie 3 bungkus untuk keadaan urgent dan rokok lintingan, tidak ada yang lainya. Kami pun turun gunung lewat jalur Senaru. Dari Segara Anak menuju Plawangan Senaru mendaki sekitar 4 jam. Cuaca sesekali hujan. Perjalanan dari Plawangan Senaru menuju pos lapor Senaru kurang lebih 6 jam (melewati pos 3-1 dan beberapa pos bayangan). Di jalur ini banyak ditemui stroberi hutan. O iya di pintu masuk senaru terdapat warung yang menjual berbagai makanan termasuk pisang goreng.. ah..nikmaaaaat..

basecamp - pos I : 6 jam
pos I- pos II : 1 jam
pos II - pos istirahat : 2 jam
pos istirahat - plawangan I : 5 jam full track
plawangan I - pos terakhir : 30 menit
pos terakhir - puncak rinjani : 5 jam
punak - turun pos terakhir : 2-3 jam
pos terakhir - persimpangan : 30 menit
persimpangn - segara anak : 5-6 jam
segara anak - plawangan senaru : 4 jam
plawangan senaru - pintu masuk : 5 jam
pintu masuk - pos lapor senaru : 30 menit

( catatan : lamanya waktu perjalanan tergantung kondisi fisik dan cuaca )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar